“Assalamu’alaikum, selamat malam
dik”.
Sms itu baru saja bertandang di hp
ku. Dari sebuah nomor tanpa nama. Bukan dari seseorang yang kukenal sebelumnya
berarti.
“Ane temannya Iken, dik.”
“Oh iya, Iken pernah cerita. Tapi,
siapa namanya ya?”
“Lho, Iken belum kasih tau to.
Yasudah, kita ta’arufan saja ya kalau begitu.”
Ta’arufan?
Apa seperti ini yang dinamakan ta’arufan? Sambil sesekali membalas sms yang
masih berlanjut, aku masih berfikir tentang makna sebuah ta’aruf.
2 minggu sebelumnya...
Hari masih senja. Tapi mendung
yang begitu gelap membungkam goresan jingga untuk menghias langit sore kotaku.
Sedangkan aku, masih setia duduk di depan netbook kesayanganku. Mulai
menuliskan kisah sepanjang hari ini. Sebuah kebiasaan yang rutin kulakukan
setiap harinya sejak beberapa tahun lalu. Bukan apa-apa. Aku hanya ingin
menuliskan setiap keping kisahku agar bisa menjadi memori yang menemaniku saat
tua nanti.
Titik-titik gerimis mulai membasahi
pekarangan. Bau angpo, tanah basah yang khas mulai menggerayangi hidungku. Khas
sekali. Membawa kesan tersendiri untuk sebuah kisah. Persahabatan. Sahabat-sahabatku,
apa kabar kalian?
“Assalamu’alaikum.” Sebuah suara riang terdengar dari
seberang gagang telefon.
“Wa’alaikumussalam, Iken. Apa
kabar? Sehat kan?” Jawabku
kemudian. Ya, pada akhirnya aku memutuskan untuk menghubungi salah satu
sahabatku. Dan Ikenlah yang kupilih saat ini.
“Alhamdulillah sehat, Senja.
Bagaimana denganmu? Sibuk apa sekarang?”
“Alhamdulillah baik kok Ken. Emh,
kuliah masih jadi prioritas utama. Hehehe.”
...
Percakapan via telefon itu pun
terus berlanjut. Makin lama makin asyik. Maklum, sahabat yang lama tak bertemu.
Percakapan demi percakapan mulai berpindah topik semaunya. Sampai pada topik
yang cukup menarik. Menurutku.
“Hey bagaimana ini mbak Senja,
sekarang pacarnya siapa? Hahaha.” Kalimat
itu meluncur begitu saja diselingi gelak tawa dari seorang Iken. Sedangkan
aku, sekedar mengulum senyum sejenak sambil memikirkan jawaban yang akan ku
lontarkan.
“Siapa ya. Hahaha. Belum ada tuh
Ken. Mbok cariin po piye?”
Kalimat itulah yang kusampaikan kemudian.
“Ah yang bener nih. Masak belum
punya.”
“Belum kok. Bener. Cariin deh.
Hahaha.” Niat
sekedar bercanda. Namun sepertinya saat ini juga mulai membutuhkan sosok lain
dalam hidup. Dan itulah kalimat yang keluar pada akhirnya. Gabungan antara
bercanda dan ungkapan harap seuntai kisah.
“Hahaha. Gimana toh. Eh kak, tak
kenalin temanku ya.”
“Teman? Siapa?”
“Temanku. Orangnya baik kok.”
Setelah berfikir sejenak. Apa
salahnya menyambung tali silaturahim, dan akhirnya jawaban yang muncul adalah “Emh,
boleh deh. Tapi berteman ya.”
“Iya-iya”
Percakapan
via telefon itupun berakhir dengan keriangan sisa-sisa bercanda beberapa waktu
lalu. Sahabatku :)
Agustus...
Tak terasa, beberapa hari sudah
bulan ramadhan kembali hadir. Di bulan yang begitu istimewa ini, yang kebetulan
juga bertepatan dengan hari jadiku, dan juga barengan dengan libur akhir
semester. Ya, aku sangat menikmatinya. Jika dulu saat masih sekolah, di bulan
puasa pun pelajaran tak jera mendera otak kami. Kini, sebagai mahasiswi aku
bisa bebas sejenak dari rutinitas kuliah.
Ada
sedikit yang berbeda dengan ramadhan kali ini. Selain suasana puasa dirumah
yang menentramkan, kali inipun aku lebih sering bertukar pikiran dengan seorang
ustadz muda (mungkin). Ya, dengan seorang lelaki yang kuketahui namanya,
Bintang. Teman Iken yang dulu pernah melontarkan pertanyaan konyol “... kita
ta’arufan ya kalau begitu.”
Dulu
memang aku tak begitu menggubrisnya. Tapi kini, sepertinya dia cukup mumpuni di
bidangnya. Dia memang seorang mahasiswa di sebuah perguruan tinggi Islam di
kota gudheg. Satu tingkat diatasku. Sebagai seorang mahasiswa jurusan Pendidikan
Islam dan seorang aktivis di sebuah gerakan Islam membuatnya lincah
menggelontorkan ilmu-ilmunya kepadaku yang memang sekedar mahasiswi umum yang
masih haus akan ilmu agama. Begitulah. Aku menyukai caranya menyampaikan
sesuatu.
20
Oktober
Tanpa kusadari, beberapa bulan ini
aku semakin akrab dan dekat dengan Bintang. Entah karena sebab apa. Begitu
banyak yang kami bicarakan. Dan pelan namun pasti...
Aku menyukainya...
Aku mencintainya...
02.00
“Halo, Assalamu’alaikum” Dengan suara parau aku mengangkat
telefon yang berbunyi nyaring disamping telingaku.
“Wa’alaikumussalam, dik. Masih
tidur ya?” suara
lembut itu menyapaku dari seberang sana. Bintang yang menyapa. Tentu saja.
“Iya mas, ada apa malam-malam
begini telefon?”
“Tidak apa-apa kok dik. Cuma
pengen membiasakanmu sholat tahajjud. Belum sholat tahajjud kan?”
“Ya tapi mas, aku baru tidur jam
satu tadi”
“Makanya, kalau dinasehati
didengarkan dan dilaksanakan. Tidur terlalu malam kan tidak baik untuk
kesehatanmu.”
“Banyak tugas mas.”
“Emh dik, ada yang ingin aku
sampaikan. Tolong didengarkan dengan baik.”
...
...
“Aku mencintaimu, dik.”
“Hehehe... bercanda ya mas.” Kaget, malu, tapi memang
mengharapkan kata-kata yang kutunggu selama ini. Cinta. Sambil menutupi rasa
girang dan penasaran, aku mencoba untuk stay cool.
“Ya Allah, dik. Ini beneran.”
“Emh...”
“Gimana dik?”
Ya Allah, nyatakah semua ini? Atau
aku hanya bermimpi. Tapi kalau ini memang cuma mimpi, biarlah ini menjadi mimpi
terindahku.
“InsyaAllah mas, aku menerimamu.” Aura hangat dan semakin panas
kurasakan menjajah pipiku. Seulum senyum menghias pagiku kali ini.
“Alhamdulillah, terima kasih dik.”
“Iya mas, terimakasih juga.”
“Bolehkah mas bertanya sekali
lagi?”
“Iya, apa?”
“Kenapa adik menerima mas?”
“Aku tidak tahu mas. Itu kata
hhatiku. Lantas bagaimana dengan mas? Kenapa memilihku?”
“Kita sudah saling kenal cukup
lama dik. Masing-masing semakin tau antara yang satu dengan yang lainnya. Dan mas
ingin melanjutkan hubungan ini ke arah yang lebih baik dan serius.”
“Bisakah kata-katamu kujadikan
pegangan , mas?”
“Mas akan menemui orangtuamu dan
segera melamarmu. Selepas wisuda nanti.”
Subhanallah... terima kasih Tuhan,
telah kau kirimkan dirinya untukku. Terima kasih mas Bintang, telah memilihku
untuk menjadi teman hidupmu...
Bissmillahirrohmanirrohim...
Kita tidak pernah tahu rencana
Tuhan
Dibiarkan-Nya masa depan menjadi
misteri untuk kita
Karena jika kita telah mengetahui
masa depan, kita tidak akan pernah mau berusaha dengan sebaikbaiknya
Maka dari itu, tetaplah
berkhuznudzan kepada-Nya
Karena Dia sesuai dengan sangkaan
hamba-Nya.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar