Sabtu, 06 April 2013

Bintang di Garis Senja



“Assalamu’alaikum, selamat malam dik”.
Sms itu baru saja bertandang di hp ku. Dari sebuah nomor tanpa nama. Bukan dari seseorang yang kukenal sebelumnya berarti.
“Wa’alaikumussalam wr.wb. Maaf, dengan siapa?”
“Ane temannya Iken, dik.”
“Oh iya, Iken pernah cerita. Tapi, siapa namanya ya?”
“Lho, Iken belum kasih tau to. Yasudah, kita ta’arufan saja ya kalau begitu.”
Ta’arufan? Apa seperti ini yang dinamakan ta’arufan? Sambil sesekali membalas sms yang masih berlanjut, aku masih berfikir tentang makna sebuah ta’aruf.



2 minggu sebelumnya...
Hari masih senja. Tapi mendung yang begitu gelap membungkam goresan jingga untuk menghias langit sore kotaku. Sedangkan aku, masih setia duduk di depan netbook kesayanganku. Mulai menuliskan kisah sepanjang hari ini. Sebuah kebiasaan yang rutin kulakukan setiap harinya sejak beberapa tahun lalu. Bukan apa-apa. Aku hanya ingin menuliskan setiap keping kisahku agar bisa menjadi memori yang menemaniku saat tua nanti.
Titik-titik gerimis mulai membasahi pekarangan. Bau angpo, tanah basah yang khas mulai menggerayangi hidungku. Khas sekali. Membawa kesan tersendiri untuk sebuah kisah. Persahabatan. Sahabat-sahabatku, apa kabar kalian?
“Assalamu’alaikum.” Sebuah suara riang terdengar dari seberang gagang telefon.
“Wa’alaikumussalam, Iken. Apa kabar? Sehat kan?” Jawabku kemudian. Ya, pada akhirnya aku memutuskan untuk menghubungi salah satu sahabatku. Dan Ikenlah yang kupilih saat ini.
“Alhamdulillah sehat, Senja. Bagaimana denganmu? Sibuk apa sekarang?”
“Alhamdulillah baik kok Ken. Emh, kuliah masih jadi prioritas utama. Hehehe.”
...
Percakapan via telefon itu pun terus berlanjut. Makin lama makin asyik. Maklum, sahabat yang lama tak bertemu. Percakapan demi percakapan mulai berpindah topik semaunya. Sampai pada topik yang cukup menarik. Menurutku.
“Hey bagaimana ini mbak Senja, sekarang pacarnya siapa? Hahaha.” Kalimat itu meluncur begitu saja diselingi gelak tawa dari seorang Iken. Sedangkan aku, sekedar mengulum senyum sejenak sambil memikirkan jawaban yang akan ku lontarkan.
“Siapa ya. Hahaha. Belum ada tuh Ken. Mbok cariin po piye?” Kalimat itulah yang kusampaikan kemudian.
“Ah yang bener nih. Masak belum punya.”
“Belum kok. Bener. Cariin deh. Hahaha.” Niat sekedar bercanda. Namun sepertinya saat ini juga mulai membutuhkan sosok lain dalam hidup. Dan itulah kalimat yang keluar pada akhirnya. Gabungan antara bercanda dan ungkapan harap seuntai kisah.
“Hahaha. Gimana toh. Eh kak, tak kenalin temanku ya.”
“Teman? Siapa?”
“Temanku. Orangnya baik kok.”
Setelah berfikir sejenak. Apa salahnya menyambung tali silaturahim, dan akhirnya jawaban yang muncul adalah “Emh, boleh deh. Tapi berteman ya.”
“Iya-iya”
Percakapan via telefon itupun berakhir dengan keriangan sisa-sisa bercanda beberapa waktu lalu. Sahabatku :)

            Agustus...
            Tak terasa, beberapa hari sudah bulan ramadhan kembali hadir. Di bulan yang begitu istimewa ini, yang kebetulan juga bertepatan dengan hari jadiku, dan juga barengan dengan libur akhir semester. Ya, aku sangat menikmatinya. Jika dulu saat masih sekolah, di bulan puasa pun pelajaran tak jera mendera otak kami. Kini, sebagai mahasiswi aku bisa bebas sejenak dari rutinitas kuliah.
            Ada sedikit yang berbeda dengan ramadhan kali ini. Selain suasana puasa dirumah yang menentramkan, kali inipun aku lebih sering bertukar pikiran dengan seorang ustadz muda (mungkin). Ya, dengan seorang lelaki yang kuketahui namanya, Bintang. Teman Iken yang dulu pernah melontarkan pertanyaan konyol “... kita ta’arufan ya kalau begitu.”
            Dulu memang aku tak begitu menggubrisnya. Tapi kini, sepertinya dia cukup mumpuni di bidangnya. Dia memang seorang mahasiswa di sebuah perguruan tinggi Islam di kota gudheg. Satu tingkat diatasku. Sebagai seorang mahasiswa jurusan Pendidikan Islam dan seorang aktivis di sebuah gerakan Islam membuatnya lincah menggelontorkan ilmu-ilmunya kepadaku yang memang sekedar mahasiswi umum yang masih haus akan ilmu agama. Begitulah. Aku menyukai caranya menyampaikan sesuatu.


            20 Oktober
            Tanpa kusadari, beberapa bulan ini aku semakin akrab dan dekat dengan Bintang. Entah karena sebab apa. Begitu banyak yang kami bicarakan. Dan pelan namun pasti...
Aku menyukainya...
Aku mencintainya...

            02.00
“Halo, Assalamu’alaikum” Dengan suara parau aku mengangkat telefon yang berbunyi nyaring disamping telingaku.
“Wa’alaikumussalam, dik. Masih tidur ya?” suara lembut itu menyapaku dari seberang sana. Bintang yang menyapa. Tentu saja.
“Iya mas, ada apa malam-malam begini telefon?”
“Tidak apa-apa kok dik. Cuma pengen membiasakanmu sholat tahajjud. Belum sholat tahajjud kan?”
“Ya tapi mas, aku baru tidur jam satu tadi”
“Makanya, kalau dinasehati didengarkan dan dilaksanakan. Tidur terlalu malam kan tidak baik untuk kesehatanmu.”
“Banyak tugas mas.”
“Emh dik, ada yang ingin aku sampaikan. Tolong didengarkan dengan baik.”
...
...
“Aku mencintaimu, dik.”
“Hehehe... bercanda ya mas.” Kaget, malu, tapi memang mengharapkan kata-kata yang kutunggu selama ini. Cinta. Sambil menutupi rasa girang dan penasaran, aku mencoba untuk stay cool.
“Ya Allah, dik. Ini beneran.”
“Emh...”
“Gimana dik?”
Ya Allah, nyatakah semua ini? Atau aku hanya bermimpi. Tapi kalau ini memang cuma mimpi, biarlah ini menjadi mimpi terindahku.
“InsyaAllah mas, aku menerimamu.” Aura hangat dan semakin panas kurasakan menjajah pipiku. Seulum senyum menghias pagiku kali ini.
“Alhamdulillah, terima kasih dik.”
“Iya mas, terimakasih juga.”
“Bolehkah mas bertanya sekali lagi?”
“Iya, apa?”
“Kenapa adik menerima mas?”
“Aku tidak tahu mas. Itu kata hhatiku. Lantas bagaimana dengan mas? Kenapa memilihku?”
“Kita sudah saling kenal cukup lama dik. Masing-masing semakin tau antara yang satu dengan yang lainnya. Dan mas ingin melanjutkan hubungan ini ke arah yang lebih baik dan serius.”
“Bisakah kata-katamu kujadikan pegangan , mas?”
“Mas akan menemui orangtuamu dan segera melamarmu. Selepas wisuda nanti.”
Subhanallah... terima kasih Tuhan, telah kau kirimkan dirinya untukku. Terima kasih mas Bintang, telah memilihku untuk menjadi teman hidupmu...


Bissmillahirrohmanirrohim...
Kita tidak pernah tahu rencana Tuhan
Dibiarkan-Nya masa depan menjadi misteri untuk kita
Karena jika kita telah mengetahui masa depan, kita tidak akan pernah mau berusaha dengan sebaikbaiknya
Maka dari itu, tetaplah berkhuznudzan kepada-Nya
Karena Dia sesuai dengan sangkaan hamba-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar